Thursday, April 14, 2011

FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA

        Faktor fisik lingkungan kerja merupakan faktor yang secara umum bisa ditemui pada setiap bidang kegiatan industri yang menghasilkan barang maupun di bidang jasa.

          Faktor-faktor fisik tersebut antara lain :
1.            Kebisingan
Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Terdapat 2 hal yang menentukan kwalitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitas. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik atau disebut Herzt (Hz). Intensitas atau arus energi persatuan luas dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut dengan desibel ( dB ). Telinga manusia mampu mendengar frekuensi-frekuensi antara 16 - 20.000 Hz, sedangkan sensitifitas terhadap frekuensi-frekuensi tersebut berbeda-beda.
a.            Jenisi-jenis kebisingan yang sering ditemukan :
1)            Kebisingan yang kontinyu (steady state) , misalnya : generator
2)            Kebisingan terputus-putus ( = intermitent ), misalnya : lalu lintas, suara kapal terbang di lapangan udara.
3)            Kebisingan impulsif ( = impact or impulsive noise ), seperti pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam, ledakan.
b.            Pengaruh Kebisingan
Pengaruh utama dari kebisingan pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan ketulian progresif. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan kerja ditempat yang bising. Tetapi kerja terus menerus ditempat bising berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih kembali. Biasanya dimulai pada frekuensi sekitar 4000 Hz dan kemudian meluas pada frekwesi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi-frekuensi yang digunakan untuk percakapan.  Di Indonesia,  NAB kebisingan adalah 85 dB (A) yang terus menerus dinilai oleh Panitia Teknik Nasional NAB.
   Klasifikasi dampak negatif kebisingan :
1)            Auditory
(i)            Acoustic trauma, menunjukkan kerusakan organik pada pendengaran, merupakan kerusakan yang permanen, yang dapat disebabkan oleh tingkat bunyi yang sangat tinggi (Umumnya di atas 140 dBA).
(ii)           Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS). yaitu kehilangan sensitivitas pendengaran, tetapi sensitivitas pendenagran ini dapat diperoleh kembali
(iii)          Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS), yaitu kehilangan sensivitas pendengaran yang tidak dapat kembali (permanent) Hal inidapal disebabkan oleh Acoustic trauma atau kebisingan yang kumulatif berlangsug tererus menerus selama bertahun-tahun
2)            Non Auditory
(i)            Gangguan komunikasi
   Pada intensitas kebisingan yang tinggi seseorang harus berteriak keras untuk bisa berkomunikasi.
(ii)           Gangguan tidur
   Kebisingan yang terputus-putus akan lebih memngganggu dari pada kebisingan kontinyu.
(iii)          Gangguan dalam melaksanakan pekerjaan
   Akibat dari kebisingan yang tinggi tenaga kerja tidak bisa konsentrasi secara penuh terhadap suatu pekerjaan
(iv)          Gangguan fisiologis
   Meningkatnya kelenjar endokrin dalam tubuh sehingga memacu denyut nadi bergerak cepat.
c.             Gangguan Pendengaran pada usia lanjut
Proses menua yang dialami seseorang dengan bertambahnya usia, merupakan hal wajar yang dialami. Namun demikian seringkali timbulnya gangguan kesehatan yang dialami karena adanya perubahan pada organ tubuh sering dianggap sebagai suatu kewajaran saja tanpa ada usaha untuk memperbaikinya atau setidaknya mengurangi gangguan kesehatan yang timbul tersebut.
Penurunan fungsi dari organ tubuh yang terjadi pada proses menua disebut juga sebagai proses degeneratif. Organ pendengaran juga tidak luput dari perubahan yang terjadi pada proses degeneratif. Seringkali timbulnya gangguan pendengaran pada usia lanjut dianggap sebagai suatu hal yang wajar saja dan membuat penderitanya tidak berobat atau mencari tahu penyebab gangguan tersebut.  Jenis ketullian yang dialami pada kelompok usia lanjut umumnya dikarenakan adanya kerusakan pada saraf  sehingga disebut juga sebagai tuli saraf, namun juga dapat berupa tuli yang terjadi karena adanya gangguan hantaran udara (tuli konduksi) atau campuran dari kedua jenis tuli tersebut.  
Selain mengenai saraf, proses degenerasi juga terjadi pada bagian telinga yang lain antara lain berupa berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran daun telinga, atrofi dan bertambah kakunya liang telinga, penumpukan serumen (kotoran tellinga), penebalan dan kekakuan gendang telinga dan kekakuan sendi tulang-tulang pendengaran.  Selain itu kelenjar pada telinga yang menghasilkan serumen (sejenis (cairan minyak) juga mengalami degenerasi sehingga serumen tersebut menjadi kering dan menggumpal (serumem prop) yang menyumbat liang telingga yang tampak sebagai kotoran telingga yang sulit dihilangkan . Gangguan-gangguan pada telingga tersebut akan menyebabkan penderitanya mengalami gangguan pendengaran akibat adanya perubahan hantaran udara atau yang disebut sebagai tuli konduktif.
Tuli saraf pada usia lanjut atau yang dalam dunia medis dikenal sebagai presbikusis merupakan gangguan pendengaran yang paling sering dialami pada usia lanjut dan biasanya  terjadi pada usia lebih dari 60 tahun  dan perjalan penyakitnya lebih cepat pada laki-laki dibandingkan perempuan. Selain karena prosses degeneratif pada organ pendengaran timbulnya gangguan ini didasari oleh berbagai faktor (multifaktor) antara lain faktor-faktor herediter (keturunan), kekakuan pembuluh darah, metabolisme, infeksi, bising, pola makan, gaya hidup. Proses degeneratif yang terjadi pada organ pendengaran mengakibatkan berubahnya struktur dari rumah siput (koklea) dan saraf pendengaran (N. Auditorius). Perubahan struktur tersebut antara lain berupa mengecilnya (atrofi) dan degenerasi pada sel-sel rambut penunjang pada organ corti yang disertai dengan perubahan pendarahan pada struktur tersebut. Selain itu juga terjadi pengurangan jumlah dan ukuran dari saraf.  Kelainan pada struktur tersebut menyebabkan penderitanya berkurang pendengarannya terutama pada nada frekuensi tinggi (frekuensi 1000 Hz atau lebih).  
Gangguan pendengaran tersebut terjadi secara perlahan-lahan dan semakin memburuk (progresif), dan terjadi pada kedua telinga. Awal terjadinya gangguan pendengaran tersebut tidak diketahui secara pasti. Namun jika kita menelusuri lebih lanjut maka penderitanya akan mengeluhkan adanya kesulitan dalam  memahamii pembicaraan walaupun tetap dapat mendengar pembicaraan yang didengarnya terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang yang riuh sehingga sering disebut sebagai coctail party deafness. Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga yang disebabkan adanya faktor kelelahan saraf.  
Pemasangan alat bantu dengar (hearing aid) diperlukan sebagai upaya rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi pendengaran penderitanya. Untuk mengasilkan hasil yang optimal maka diperlukan kerjasama dengan ahli terapi wicara (speech therapist) untuk melakukan kombinasi terapi dengan latihan membaca latihan membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar (auditory reading). Namun yang terpenting adalah kepatuhan penderita dalam menjalani terapi yang diberikan.

d.            Pengendalian kebisingan :
Secara tehnis ( pengurangan kebisingan pada sumbernya ) dilakukan dengan cara :
1)            Pembatas akustik ( menempatkan peredam pada  sumbernya )
2)            Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak ada yang goyang.
3)            Pemeliharaan peralatan
4)            Secara Administratif :
(i)            Pengaturan jam kerja terpapar
(ii)           Rotasi kerja
5)            Dengan penggunaan alat pelindung diri ( APD )
(i)            Sumbat telinga ( ear plug )
(ii)           Tutup telinga ( ear muff )
6)            Dengan pendidikan dan penyuluhan (Trainning).
Nilai Ambang Batas kebisingan didasarkan pada waktu pemajanan terhadap bising, sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : 51/Men/1999. setiap kenaikan 3 dBA  intensitas bising maka akan turun waktu pemajanan ½ nya (waktu paruh)
Waktu Pemajanan
perhari
Tingkat kebisingan
(dBA)
8 jam
4 jam
2 jam
1 jam
30 menit
15 menit
85
88
91
94
97
100
Catatan : Tidakboleh terpajan lebih 140 dBA, walaupun sesaat

2.            Tekanan panas / iklim kerja
            Iklim kerja adalah suatu kondisi kerja yang merupakan perpaduan antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor tersebut dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. Suhu udara diukur dengan thermometer dan disebut suhu kering. Kelembaban udara diukur dengan menggunakaan hygrometer. Sedangkan suhu dan kelembaban udara dapat diukur bersama-sama dengan menggunakan psychrometer. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan oleh suatu thermometer yang berbola basah (reservoir dibungkus kain basah). Kecepatan gerakan udara yang besar dapat diukur dengan suatu anemometer, sedangkan kecepatan udara yang rendah diukur dengan Kata Thermometer. Suhu radiasi diukur dengan globe Thermometer.
            Suhu nikmat bagi orang-orang Indonesia adalah sekitar 24 - 26 oC. Suhu dingin mengurangi efisiensi atau kurangnya koordinasi otot. Suatu percobaan mengikat tali dengan suhu 10 oC, 15 oC menunjukkan perbaikan effisiensi sejalan dangan kurangnya keluhan kedinginan. Suhu panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja fikir. Penurunan sangat hebat sesudah 32 oC. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, dan memudahkan untuk dirangsang.
a.            Parameter Tekanan Panas
Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas, yaitu antara lain :
1)            Suhu effektif, yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seorang tanpa baju dan kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara.
2)            Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB), yaitu dengan rumus :
(i)            ISBB = 0,7 suhu basah + 0,2 suhu radiasi + 0,1 suhu kering ( bekerja di luar ruangan dengan sinar matahari )
(ii)           ISBB = 0,7 suhu basah + 0,3 suhu radiasi ( untuk dalam ruangan pekerjaan tanpa penyinaran matahari )
b.            Gangguan yang disebabkan oleh Tekanan Panas
1)            Kejang Panas ( Heat Cramps )
Dapat terjadi sebagai kelainan sendiri atau bersama-sama kelelahan panas. Kejang otot timbul secara mendadak, terjadi setempat atau menyeluruh, terutama pada otot ekstremitas dan abdomen. Penyebab utamanya adalah defisiensi garam. Kejang otot yang berat dalam udara panas menyebabkan keringat diproduksi banyak, bersama dengan keluarnya keringat, hilamg sejumlah air dan garam.
Gejalanya adalah gelisah, kadang-kadang berteriak kesakitan, suhu tubuh dapat normal atau sedikit meninggi.
2)            Kelelahan Panas ( Heat Exhaustion )
Kelelahan panas timbul akibat kolaps sirkulasi darah perifer karena dehidrasi dan defisiensi garam. Dalam usaha menurunkan panas, aliran darah ke perifer bertambah, yang mengakibatkan pula produksi keringat bertambah. Penimbunan darah perifer menyebabkan darah yang dipompa  dari jantung ke organ-organ lain tidak cukup sehingga terjadi gangguan.
Gejalanya : kulit pucat, dingin, basah dan berkeringat banyak, merasa lemah, sakit kepala, pusing, vertigo, badan terasa panas, sesak nafas, palpitasi dan lain-lain.
3)            Sengatan Panas ( Heat Stroke, Heat Pyrexia, Sun Stroke )
Jarang terjadi di industri, namun bila terjadi sangat hebat, biasanya yang terkena laki-laki yang pekerjaannya berat dan belum beraklimatisasi.
Gejala yang terpenting adalah suhu badan yang naik sedangkan kulit kering dan panas.
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang diperkenankan berdasarkan Kepmen Nomor : 51 Tahun 1999

ISBB ( 0C)
Pengaturan waktu kerja setiap hari
Beban Kerja
Waktu kerja
Waktu Istirahat
Ringan
Sedang
Berat
100 %
75 %
50%
  25 %
-
25 %
50 %
75 %
30.0
30.6
31.4
32.2
26.7
28.0
29.1
31.1
25.0
25.9
27.9
30.0
Catatan :  - Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100 – 200 kilo kalori/jam
               - Beban kerja sedang membutuhkan kalori >200 – 250 kilo kalori/jam
              - Beban kerja berat membutuhkan kalori >350 - 500 kilo kalori/jam

3.            Pencahayaan
            Pada umumnya pekerjaan memerlukan upaya penglihatan.. Pencahayaan yang kurang memadai dapat merupakan beban tambahan bagi tenaga kerja. Dengan demikian dapat menimbulkan gangguan performance (penampilan) kerja, produktivitas menurun  serta pada akhirnya dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
a.            Pengaruh Pencahayaan
Pencahayaan yang buruk akan menimbulkan kelelahan mata yang menyebabkan :
1)            Iritasi, mata berair dan kelopak mata  berwarna merah (Konjunctivitis).
2)            Penglihatan rangkap dan sakit kepala.
3)            Ketajaman penglihatan merosot, demikian pula kepekaan terhadap perbedaan (contras sensitifity) dan kecepatan pandangan.
4)            Kekuatan menyesuaikan ( accomodation ) dan konvergensi menurun.
b.            Sumber-sumber Pencahayaan.
Kepadatan pencahayaan ditentukan dari sumbernya, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis :
1)            Sumber pencahayaan alam (sinar matahari)
2)            Sumber pencahayaan buatan (lampu)
          Sistem  penempatan lampu/pencahayaan dapat diatur sebagai :
F  Pencahayaan umum : dimana pencahayaan tersebut dapat menerangi seluruh ruangan.
F  Pencahayaan setempat (lokal) : dimana pencahayaan tersebut untuk menerangi satu lokasi pekerja tersebut, misalnya pekerjaan reparasi jam lebih memerlukan pencahayaan yang sifatnya lokal.
c.             Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengaturan pencahayaan buatan:
1)            Pembagian cahaya  dalam lapangan penglihatan.
2)            Kesilauan.
3)            Arah cahaya.
4)            Warna cahaya.
5)            Panas akibat sumber cahaya.
d.            Langkah-langkah Pengendalian.
Dalam melakukan pengaturan pencahayaan yang memenuhi syarat perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1)            Sumber pencahayaan yang meliputi : intensitas atau kekuatan pencahayaan,jenis sumber cahaya, pengaturan lokasi atau sumber cahaya, efisiensi dan efektifitas sumber cahaya.
2)            Keadaan lingkungan atau tempat kerja, yang harus diperhatikan : luas tempat kerja, banyaknya jendela dan genting kaca, langit-langit dan dinding yang berwarna gelap dan terang, bangunan yang tinggi disekitar tempat kerja.
4.            Getaran          
a.            Definisi Getaran.
Getaran dapat diartikan sebagai gerakan dari suatu sistem bolak-balik, gerakan tersebut dapat berupa gerakan yang harmonis sederhana dapat pula sangat kompleks, sifatnya dapat periodik atau random, stady-state atau intermitent (solid).
Sistem/media  : dapat berupa gas (udara), cairan (liquid) dan padat (solid).
Apabila media tersebut adalah udara dan getaran yang terjadi dalam frekuensi 20 - 20.000 Hz akan menimbulkan suara (bunyi). Gerakan partikel-partikel dari suatu sistem (gas, cair, padat) mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1)            Mempunyai amplitudo
2)            Mempuyai frekuensi
3)            Mempunyai kecepatan
4)            Mempunyai percepatan (akselerasi)
b.            Pengaruh Getaran.
Tubuh manusia dilihat baik secara fisik maupun biologis merupakan suatu sistem yang sangat kompleks, dan secara mekanik tubuh terdiri dari elemen-elemen yang linier dan non linier yang berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa studi eksperimental menunjukkan bahwa terpaparnya pekerja terhadap getaran dapat mengakibatkan pengaruh negatif pada tubuh manusia baik bersifat mekanik, biologik, fisik dan psikis.
Dampak getaran terhadap tubuh manusia sangat tergantung pada sifat pemaparan, yaitu bagian tubuh yang kontak dengan sumber getaran. Bentuk pemaparan dapat dibagi dalam 2 katagori sebagai berikut :
1)            Katagori I adalah pemaparan seluruh tubuh (Whole body vibration)  terhadap getaran, pada saat pekerja sedang berdiri, atau getaran yang dirasakan pada saat pekerja duduk mengemudikan traktornya.
2)            Katagori II adalah pemaparan yang bersifat segmental (Hand and Arm vibration) yaitu hanya bagian tubuh tertentu  ( misalny : lengan dan bahu ) yang mengalami kontak dengan sumber getaran. Sebagai contoh pekerja yang menggunakan “chain saw” atau “jackhammer”. Pengkatagorian ini tidak berarti bahwa bagian tubuh yang tidak kontak langsung dengan sumber getaran tidak terpengaruh.
Beberapa studi penelitian yang digunakan menunjukkan bahwa ambang toleransi tubuh terhadap getaran bagi seorang yang sedang duduk adalah pada frekuensi 3 - 14 Hz. Studi ini juga memberikan indikasi bahwa resonansi tubuh akan terjadi pada frekuensi 3 - 6 Hz, dan 10 - 14 Hz.
Dampak resonansi pada bagian kepala dan bahu dirasakan pada frekuensi 20 - 30 Hz sedangkan gangguan resonansi yang dirasakan pada bola mata terjadi pada frekuensi 60 - 90 Hz dan efek pada rahang bawah dan tengkorak terjadi pada frekuensi 100 - 200 Hz.
Pengaruh akibat pemaparan tubuh terhadap getaran tidak saja dirasakan secara mekanikal tersebut diatas, tapi dirasakan juga pengaruhnya secara fisiologis walaupun dampaknya kompleks dan sulit diukur.
c.             Pada umumnya getaran mekanis menyebabkan :
1)            Gangguan kenyamanan kerja.
2)            Mempercepat terjadinya kelelahan.
3)            Gangguan kesehatan
d.            Penilaian Terhadap Getaran
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang  Nilai Ambang Batas  Faktor Fisika di tempat Kerja, untuk Getaran adalah :
---------------------------------------------------------------------------------
            Lama Pemaparan           Acceleration  ( m/dtk2 )   
---------------------------------------------------------------------------------
                4 - 8 jam                          4 
                2 - 4 Jam                          6 
                1 - 2 Jam                          8 
                  < 1 Jam                        12
e.            Alat Dan Cara pengukuran  Getaran.
Alat untuk mengukur intensitas getaran adalah vibration meter.  Satuan percepatan getaran adalah m/detik2  satuan kecepatan getaran adalah m/detik.
f.             Pengendalian Getaran.
Cara-cara pengendalian getaran antara lain adalah sebagai berikut :
1)            Memilih peralatan kerja yang rendah intensitas getarannya. Peralatan tersebut adalah yang telah dilengkapi dengan damping didalamnya (internal damping). Misalnya : Bor listrik yang dilengkapi dengan damping piston.
2)            Menambah/menyisipkan damping diantara tangan dan peralatan. Misalnya :
Æ  Memasang damping material diantara badan peralatan dan pegangan peralatan .
Æ  Membalut pegangan peralatan karet.
Æ  memakai sarung tangan karet busa pada waktu mengoperasikan peralatan.
Æ  Memakai remote controle.
Æ  Mengatur waktu kerja, sebagai berikut :
²    Rotasi jenis pekerjaan
²    Pengaturan jam kerja, sehingga sesuai dengan Threshold Limit Values.

1 komentar:

Raffly B. Dehan_20131092 said...

sumbernya dari mana ya?

Post a Comment